Allah Swt menciptakan makhluknya secara berpasang-pasangan. Ada malam dan siang, ada panas dan dingin, dan hal yang lainnya. Hal yang sama dalam penciptaan manusia yang diciptakan secara berpasangan, sehingga dalam kehidupannya manusia dianjurkan untuk menikah bahkan menjadi sunah Nabi Saw. Bagi mereka yang menikah akan ada pahala yang berbeda dalam suatu ibadah yang dilakukan antara orang yang sudah menikah degan mereka yang masih sendiri (membujang). Dalam sejarah pernikahan jika kita lihat pada jaman Jahiliyah dahulu yang hukumnya diharamkan karena akan berbeda dengan pernikahan Nikah jaman sekarang. Pernikahan-pernikahan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
- Pernikahan Al-Istibda’. Dalam pernikahan ini adanya seorang suami yang menginginkan keturunan yang lebih baik atau terhormat. Pernikahan ini dilakukan dengan cara sang suami membawa istrinya kepada orang yang dianggap sebagai seorang pemimpin atau orang yang dermawan. Ia menginginkan agar istrinya kelak punya keturunan yang sama seperti pemimpin tersebut. Ketika sang istri telah ditiduri kepada lelaki yang disuruhnya maka sang suami tiadk akan menyentuhnya selamanya sehingga akan nampak tanda-tanda kehamilan pada istrinya. Jika sang istri telah hamil dari pria yang diminta menidurinya maka suaminya akan menyetubuhinya jika suka.
- Pernikahan Ar-Rahth. Pernikahan ini yaitu sejumlah orang pria meniduri seorang wanita. Dari Aisyah ra menuturkan, “Sejumlah orang, tidak lebih dari sepuluh orang, menemui seorang wanita untuk bersetubuh dengannya. Ketika mereka berkumpul di sisinya, dia mengatakan kepada mereka: 'Kalian telah mengetahui urusan kalian, dan aku telah melahirkan anak. Ia adalah anakmu, wahai fulan. Berilah ia nama yang kamu suka.' Lalu anaknya diberikan kepadanya, dan pria (yang ditunjuk) ini tidak bisa menolaknya." (HR. Bukhari). Pada pernikahan ini wanita seolah-olah hanya menjadi pemuas nafsu bagi lelaki saja, tanpa ada wibawa dan kehormatan baginya.
- Nikah Mut’ah. Pernikahan ini pada jaman sekarang sering disebut dengan nikah kontrak, karena dalam praktek pelaksanaannya ada perjanjian atau kontrak antara pihak laki-laki dan perempuan dalam menjalani pernikahan tersebut, apakah satu, dua hari, atau bulan-bulan tergantung kepada kesepakatan bersama, dan adanya pembayaran dari laki-laki kepada wanita. Praktek pernikahan ini sampai sekarang masih ada terutama bagi mereka yang menganut paham syi’ah.
- Bersetubuh dengan pelacur secara terang-terangan. Pernikahan ini dilakukan oleh mereka yang merupakan hamba sahaya wanita, dan tidak dilakukan oleh mereka yang merdeka. Dalam prakteknya mereka menandai rumah mereka dengan bendera sebagai tanda bagi siapa saja yang menginginkan mereka boleh datang dan ia tidak akan menolak siapa saja yang datang. Jika ia hamil dan melahirkan bayi, maka kaum yang pernah menidurinya akan dikumpulkan dan melihat kemiripan yang paling mirip lalu diberikan anak itu kepadanya. Dan sang pria tidak bisa menolak akan hal itu.