Dalam sejarah agama Islam dunia telah banyak membuktikan bahwa perempuan tidak hanya dikarunia kelembutan akhlaknya tetapi juga pola pikir yang cerdas dan luas. Kita mungkin mengenal Benazir Bhuto, presiden perempuan pertama di Pakistan yang kebanyakan penduduknya adalah muslim. Bahkan di Indonesia pun kita banyak mengenal tokoh-tokoh perjuangan dari kaum perempuan, seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika atau Nyi Ageung Kartini.
Kontribusi dari kaum perempuan pun telah banyak yang menjadi “buah bibir” dalam segala sektor baik ekonomi, perdagangan maupun politik. Sehingga tidak heran banyaknya bermunculan tokoh-tokoh pemimpin perempuan yang diamanahi posisi penting dalam suatu negara. Lalu bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini, bolehkah seorang perempuan memimpin kaum lelaki ?
Sebagian ulama banyak yang menolak bolehnya perempuan menjadi pemimpin, hal ini berdasarkan kepada firman Allah swt “ Bahwa lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita”. Kata pemimpin dalam ayat Al-Qur’an tadi menjadi kontroversi, sebagian ulama menyatakan bahwa kata ‘pemimpin’ disana hanya berlaku ketika ruang lingkup rumah tangga, artinya lelaki sebagai kepala rumah tangga.
Menurut Ulama kontemporer Syeikh Yusuf Qardhawi seorang perempuan boleh saja berkarir di luar rumah, dengan syarat ia tidak melanggar apa-apa yang menjadi hukum syariat Islam, menjaga kode etik kesopanan, tidak mempertontonkan kecantikannya di muka umum, sehingga mengumbar nafsu yang memandangnya, atau berdua-duaan dengan orang lain yang bukan mahramnya.
Dari berbagai keadaan dan juga kemampuan perempuan yang bisa saja melebihi laki-laki dalam mengurus masyarakat atau memimpin, maka dari sana disimpulkan bahwa boleh-boleh saja seorang perempuan ikut mencalonkan dirinya menjadi pemimpin jika ada kesempatan, tetapi dengan tujuan untuk kebaikan amal ma’ruf nahi munkar.
Namun jika ada tujuan lain yang ingin dicapai selain hal tadi maka sesungguhnya pemimpin yang dipimpin oleh seorang lelaki yang matang secara ilmu dan kemampuan maka itu lebih baik. Karena seringnya perempuan dengan kodratnya yang didatangi ‘tamu’ bulanan sebagai perempuan atau halangan lainnya sebagai kodrat alami perempuan.
Wallahu A’lam