Jemputan Terakhir (Ajal Telah Dekat)
Pernahkah Anda melihat seseorang menjelang sakratul maut? Berapakali Anda melihat mereka yang terbelalak ketakutan, yang kesakitan atau yang hanya seperti hendak pergi tidur? Aku punya seorang teman dekat. Ia perempuan berjilbab yang sangat cantik, supel, berbudi, senang menolong orang lain dan selalu menjadi juara kelas. Maka seperti mendengar petir di siang hari, saat kudengar ia yang sudah sekian lama tak masuk sekolah ternyata mengidap kanker. Bahkan sudah menyebar hingga stadium empat!! Semua berduka dan amat sedih. dia adalah penggerak segala kegiatan dakwah. Ide-idenya segar. Ia selalu punya terobosan baru. Ia bisa mendekati dan disukai siapapun Maka betapa pedih menatapnya hari itu. Ia tergolek lemah di ranjang. Badannya menjadi amat kurus. Wajahnya pasi. Setelah sakit berbulan-bulan, hari ini ia tak mampu lagi mengenali kami! dia sudah sebulan ini tak bisa bangun” kata ibunya sambil mengusap airmatanya. Namun kami terbelalak, saat baru saja ibunya selesai bicara, perlahan dia berusaha untuk bangun. Kami semua tercengang saat ia berdiri dan berjalan melintasi kami seraya berkata dengan suara nyaris tak terdengar, “Aku mau berwudhu dan shalat Dhuha.” Serentak kami semua berebutan membimbingnya ke kamar mandi. Setelah itu ibunya memakaikannya mukena dan sarung. Sementara ayahnya kembali membaringkannya di tempat tidur karena ia terlalu lemah untuk shalat sambil berdiri. Hening. Tak seorang pun yang bersuara saat ia melakukan sholat Dhuha. Selesai sholat, saat ibunya akan membukakan mukena, ia melarang dengan halus. Lalu lama sekali dipandanginya wajah ibu, ayah dan adik-adiknya satu persatu bergantian. Dari mulutnya terus menerus terdengar asma Allah. Kami yang menyaksikan tak kuat lagi menahan tangis. Tiba-tiba dia tersenyum. Ia memandang kami, teman-temannya, dengan penuh sayang. Lalu kembali memandang wajah ayah, ibu dan adik-adiknya bergantian. Kini kulihat butiran bening menetes dari sudut matanya. Lalu susah payah ia mengangkat kedua tangannya dan mendekapkannya di dada. Dengan tersenyum ia menutup kedua matanya sambil mengucapkan dua kalimat syahadat dengan sangat lancar. Innalillaahi wa inna ilaihi rooji’uun. Ia telah pergi untuk selamanya. Bagai melayang aku menyaksikan semua. Dadaku berdebar, lututku gemetar. Subhanallah, ia telah kembali dengan sangat sempurna dalam usia yang baru 21 tahun. Tiba-tiba, antara ilusi dan kenyataan, aku mencium wewangian. Tubuhku bergidik. Aku menangis terisak-isak. Yaa Allah, sudah siapkah aku bila Engkau ingin bertemu? SUBHANALLAH Allahuakbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *