Di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah
Di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah Kehausan dan kelesuan spiritual akan terhapus ditengah-tengah keletihan fisik..Ketika kaki harus melangkah bolak-balik untuk menunaikan shalat berjamaah Tidak rela akan tertinggal walau sekali saja Di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah Adalah wilayah kenyamanan bathin, dari hari-hari yang lelah mengarungi umat yang selalu bertengkar Ada dunia yang ditinggalkan untuk merapatkan barisan hanya menyembah-Mu yaa Allah Bersentuhan bahu dengan bahu, antara ujung jari kaki, tanpa ada rasa curiga. Di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah Ada hati yang menyatu.. Kita menemukan dalam sejarah, bagaimana persaudaraan atas dasar keimanan ini berhasil merombak budaya Arab jahiliyah yang sudah terbentuk berabad-abad. Orang Arab yang hidup dalam sistem ‘kabilah’ – kekerabatan berdasarkan kaum, hanya dalam satu generasi, tidak lebih dari 25 tahun, berubah total menjadi sistem persaudaraan berdasarkan iman. Ketika kaum muhajirin dari Makkah terpaksa mengungsi, saudara-saudara seiman mereka di Madinah dengan penuh kerelaan hati membagi rumah, tanah dan harta mereka. Padahal beberapa tahun sebelumnya, jangankan antara penduduk kota yang berbeda, sesama penghuni Makkah bisa berkelahi dan saling berperang karena ketersinggungan antara suku. Jaman tersebut adalah contoh nyata tentang rasa persaudaraan yang dibentuk dalam ritual shalat memiliki pengaruh kepada kehidupan sehari-hari, beriman dalam shalat, beriman juga dalam kehidupan bermasyarakat. Pengalaman tersebut memunculkan pertanyaan yang tidak bisa saya jawab sampai sekarang :”Kapankah umat Islam bisa membawa keimanan mereka ketika shalat tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari..??”. Tentu saja Islam tidak menafikan adanya konflik dalam kehidupan manusia yang terjadi antar perorangan ataupun kelompok, namun ketika rasa persaudaraan yang muncul pada waktu shalat bisa memiliki pengaruh dalam kehidupan, maka setiap perselisihan pasti disikapi dibawah landasan keimanan tersebut. Entah kebetulan atau tidak, dihari terakhir bulan ramadhan, diwaktu shalat shubuh berjamaah, imam shalat membaca ayat Al-Qur’an yang kebetulan saya mengerti artinya, membuat saya tidak bisa menahan tetesan airmata : Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *