Harga Tempe Membumbung Rakyat Jadi Bingung









Benar-benar membingungkan itulah kata yang patut dideskripsikan. Para produsen,pedagang, bahkan saya sendiri penggemar tempe menjadi ketar-ketir. Masalahnya adalah harga kacang kedelai yang secara logika tidak mungkin akan meningkat ternyata di luar dugaan kita melonjak dengan sangat dahsyat. Kalau daging sapi , ayam atau apapun itu yang menurut rakyat biasa merupakan makanan mewah boleh semakin mahal karena rakyat terutama dari kalangan bawah tidak sering mengkonsumsi makan tersebut. Ini tempe yang merupakan makanan alternatif bagi orang dengan nasib sakurata alias pas-pasan ikut naik juga? benar-benar bikin kepala kita bergeleng-geleng . Lalu kalau harga tempe dan tahu naik kita sebagai masyarakat harus makan apa? pertanyaan seperti itulah yang menjadi unek-unek masyarakat bawah. Apa mungkin kita-kita harus memakan rumput? hahahahah.......


benar=benar sulit karena manusia tidak bisa mencerna rumput secara sempurna. Kata para pejabat atau analisis pasar ekonomi banyak berpendapat bahwa kenaikan harga komoditas kedelai yang merupakan bahan baku tempe menjadi penyebab melonjaknya makanan merakyat ini. Kemudian mereka mengeluarkan analisis mereka bahwa meningkatnya harga kedelai dipicu oleh menurunya nilai tukar rupiah terhadap dollar us ($) yang hampir menginjak angka 11000 Rupiah per dollarnya. Hal ini terjadi juga akibat kurangnya pasokan impor kedelai ke dalam negri







Benar-benar membingungkan bukan?. Negara kita yang dalam lagunya koes plus dikatakan sebagai negara surga. Bahkan tongkat kayu pun jika kita tancapkan bisa berubah menjadi tanaman. Lah masa biji kedelai kita tanamkan nggak bisa tumbuh? bener-benar miris. Apa sih yang sebenarnya terjadi dengan perekonomian kita. Bahkan komoditas seperti kacang kedelai yang seharusnya kita mengekspor sebagai penghasil devisa negara malah sebaliknya. Apa mungkin hal tersebut terjadi karena kurangnya SDM kita di bidang pertanian. kalaupun demikian mengapa dalam pelajaran sosial selalu disebutkan bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat negara Indonesia adalah sebagai petani. Apa mungkin teori tersebut merupakan sekedar wacana atau kebanyakan masyarakat indonesia sudah menjadi antipati sosial. Harga tempe ini membuktikan bahwa teori dan sistem tidak selalu sesuai dan sejalan. Lalu mana yang salah dong teori sosial atau sistem yang berjalan? bagi para penggemar tempe seperti saya selamat berbingung ria.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *