Bangkitnya Jasad Dari Kubur
Manusia adalah makhluk yang fana, yang dalam kehidupan di dunia akan merasakan yang namanya mati. Saat ajal tiba manusia mulai menjalani alam yang baru yaitu alam kubur, alam yang merupakan singgahan pertama sambil menunggu datangnya kiamat menuju ke alam akhirat. Alam yang dimana jasad manusia hancur dimakan tanah, namun ruh dari jasadnya tetap hidup dan mulai merasakan akibat dari segala perbuatannya di dunia. Di alam ini manusia terbagi kepada dua bagian yaitu yang mendapat nikmat kubur dan juga yang mendapat siksa kubur, hal ini semua tergantung kepada amal perbuatannya semasa di dunia. Dalam alam kubur seorang manusia ditanya oleh dua malaikat Munkar dan Nakir tentang kehidupannya selagi di dunia, sebelum perhitungan dan pembalasan di akhirat. Lalu bagaimana bangkitnya manusia dari alam kubur, apakah hanya berupa ruhnya saja atau dengan jasadnya pula?, padahal jasad yang dikubur telah hancur. Ketika manusia bangkit dari kuburnya, ia dibangkitkan oleh Allah Swt bersama seluruh makhluk mulai dari nabi Adam sampai kepada manusia yang terakhir meninggal, bahkan dibangkitkan pula para malaikat, jin dan hewan. Jasad manusia yang hancur ketika di alam kubur akan dibuat kembali menjadi utuh oleh Swt melalui tulang ekornya. Tulang ekor adalah tulang yang tidak akan pernah hancur walaupun ribuan bahkan jutaan tahun. Rasul Saw bersabda “Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak akan dimakan tanah selamanya. Padanya manusia disusun (kembali) pada hari kiamat. Para sahabat bertanya, “tulang apakah itu wahai Rasulullah, beliau Saw menjawab “tulang ekor”. (HR. Muslim) Bangkitnya manusia dari alam kubur Allah ibaratkan seperti tumbuhnya sayuran yang tertimpa air hujan, ini sesuai firman-Nya, “Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti Itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)”. Keyakinan kita sebagai orang yang beriman terhadap apa yang kebangkitan jasad di hari kiamat adalah suatu hal yang pasti. Kita wajib mengimani dan meyakininya, sehingga senantiasa selalu waspada dalam tingkah dan laku. Wallahu A’lam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *