Dalam budaya kita sering mendengar istilah tawasul, yang sering dipakai sebagai perantara ketika seseorang berdoa kepada Allah Swt. Kata tawassul secara bahasa artinya mendekatkan diri kepada sesuatu dengan perantaraan sesuatu. Ini berarti berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang diharamkan. Ketika seseorang bertawasul berarti ada perkara lain yang dilibatkan dalam doanya, tujuannya supaya apa yang menjadi hajat doanya cepat terkabul. Tetapi bolehkah kita bertawasul dengan menggunakan para ulama yang sudah meninggal, atau bagaimana cara seseorang ketika berdoa dengan bertawassul.
Dalam bertawassul para ulama membaginya kepada dua bentuk. Pertama tawassul masyr’u atau tawassul yang diperbolehkan untuk dilaksanakan dan kedua tawassul mamn’u atau tawassul yang dilarang dalam agama. Contoh tawassul yang diperbolehkan ketika tawassul kepada Allah dengan memakai nama-nama Allah yang baik (asmaul husna) atau sifat-sifatnya. Hal ini berdasarkan kepada Firman Allah Swt QS Al-A’raf:180
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.Nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” Ayat di atas menjelaskan perintah Allah tentang berdoa kepada-Nya dengan menggunakan nama-Nya, misal membaca ya Ghaffar, Ya Razzak dan lain-lain. Tawassul yang selanjutya dengan memuji Allah dan bershalawat kepada nabi dipermulaan doanya. Hal ini diperbolehkan dengan maksud doa yang dipanjatkan lebih utama karena memakai nama Allah dan Rasul Saw.
Selain yang dua di atas ada bentuk tawasul yang laiinya, diantaranya tawassul kepada perbuatan-perbuatan-Nya, atau berupa tawassul yang dengan doa orang shaleh yang masih hidup agar segala apa yang menjadi harapannya dapat terkabul. Kejadian ini pernah dilakukan seorang sahabat rasul yang meminta untuk didoakan oleh Rasul Saw agar memohon kepada Allah supaya diturunkan hujan. Jenis tawassul-tawassul seperti ini dapat dilakukan karena tidak bertentangan dengan syariat agama Islam.
Wallahu A’lam