Kata Tabzir dalam bahasa Arab berarti sikap atau perbuatan yang membuang-buang perkara atau kegiatan yang dilaksanakan tanpa adanya manfaat. Sedangkan kata mubazir merupakan pelaku dari perbuatan tabzir. Dua kata ini sering menjadi salah arti dalam memaknai orang yang menghambur-hamburkan baik itu berupa makanan, barang dan sebagainya. Dikarenakan gengsi dalam pakaian atau tidak ingin kalah dari yang lain dalam hal kelezatan makanan, banyak dari kita sebagai orang Islam melakukan perbuatan tabzir.
Misalnya menjadi hal yang umum ketika kita lihat di acara pernikahan atau makan-makan dalam suatu pesta. Banyak memakan makanan yang tidak habis ketika dimakan, orang tersebut telah tahu akan kapasitas makannya tetapi tetap mengambil dengan alas yang besar. Akhir dari makanan tersebut sudah dapat dipastikan akan tersisa dan menjadi makanan yang tabdzir.
Padahal ketika kita merenungi dengan sebenarnya, banyak orang di luar sana betapa susahnya bekerja demi mencari sesuap nasi, dan demi menyambung hidupnya. Mereka perlu peras keringat banting tulang untuk mendapatkan makanan penyambung hidup, makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga kepedulian sosial yang dalam hablum minannas yang diajarkan dalam agama Islam harus dipertanyakan karena seolah-olah hilang tak berbekas.
Fenomena-fenomena seperti ini sudah menjadi hal biasa, bahkan tidak hanya di daerah kota saja tetapi di kampung-kampung pun jika ada suatu pesta pernikahan, maka dalam acara makan-makannya sudah dapat dipastikan banyaknya makanan tabzir dari orang mubazir tersebut. Ditambah lagi ada pemahaman yang baru bahwa memang ketika makan tersebut tidak boleh dihabiskan alias harus disisakan.
Firman Allah Swt dalam QS Al-Isra:26-27 “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. Allah Swt menjelaskan dengan ayat di atas bahwa bagi mereka yang selalu berbuat tabzir maka ia disamakan dengan saudara/temannya setan. Jadi mulai sekarang berhentilah membuat perkara mubazir yang merugikan diri dan orang lain yang membutuhkan dalam hal dan perkara apapun.