Nikotin Bukan Satu-satunya Penyebab kecanduan Rokok!
nikotin Sudah bertahun-tahun telah di ketahui bahwa penyebab dari kecanduan rokok ialah karena adanya zat nikotin, zat nikotin tersebut merupakan sifat adiksi dari rokok. Namun, pada sebuah studi yang terbaru dari Negara New Zealand menemukan fakta baru, bahwa nikotin bukanlah satu-satunya penyebab dari timbulnya kecanduan tersebut. Penemuan tersebut di buktikan dengan cara melakukan percobaan pada tikus. Peneliti dari Institute Of Environmental Science and Research mengungkapkan bahwa pada studinya tersebut menunjukan bahwa tikus cenderung lebih tertarik untuk mengonsumsi tembakau yang tidak mengandung nikotin dibandingkan dengan tembakau hasil produksi pabrik rokok yang notabene pada umumnya mengandung nikotin. Peneliti dari Institut tersebut bersama dari Universitas Victoria melakukan pengukuran mengenai bagaimana tikus mau menekan tuas untuk sejumlah garam yang sebelumnya telah di campur dengan tambakau tanpa nikotin dan dengan sejumlah garam yang di campur nikotin. Hasilnya, ternyata tikus lebih tertarik menekan tuas yang tidak ada zat nikotinnya sama sekali. Dari percobaan tersebut, para peneliti berpendapat bahwa ada substansi lain di luar zat nikotin yang membuat tikus ketagihan untuk mengonsumsi tembakau. Senyawa kimia lainnya dalam tembakau, imbuh dia, membuat lebih sulit untuk lepas dari adiksi tembakau. Hal ini bisa menjadi bukti bahwa senyawa tersebut bahkan lebih adiktif daripada nikotin itu sendiri. Sementara itu, Direktur Auckland Univerity's National Institute of Health Innovation, Chris Bullen, berpendapat, keberadaan senyawa selain nikotin mungkin dapat meningkatkan adiksi terhadap tembakau. Namun, bukan berarti tanpa nikotin, konsumsi tembakau bisa membuat ketagihan. Hal ini dapat menjelaskan kenapa terapi penggantian nikotin bisa tidak seefektif yang diduga. Contohnya, sebuah studi pernah menyimpulkan, hasil terapi penggantian nikotin untuk menghentikan merokok tidak berbeda signifikan dengan hasil terapi berhenti merokok lainnya. Para peneliti menyimpulkan, studi baru tersebut mungkin dapat menjadi dasar perbaikan efisiensi terapi berhenti merokok.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *