Menjaga hubungan dengan orang tua sekalipun ia Musyrik Dibolehkan bagi seorang anak untuk tetap menjaga hubungan baik dengannya yang berbeda agama dengannya alias kafir.
Karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama, mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu orang lain untuk mengusir kalian.
Dan barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai kawan maka mereka itulah orang-orang yang zalim.“
(Al-Mumtahanah: 8-9)
Asma’ bintu Abi Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Ibuku datang menemuiku dalam keadaan ia masih musyrikah di masa perjanjian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (dengan kafir Quraisy). Aku pun meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Aku berkata, “Ibuku datang menemuiku untuk meminta baktiku kepadanya dalam keadaan mengharap kebaikan putrinya. Apakah aku boleh menyambung hubungan dengan ibuku?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Ya, sambunglah hubungan dengan ibumu.”
(HR. Al-Bukhari no. 2620 dan Muslim no. 2322)
Lalu bila timbul pertanyaan, bagaimana dengan ayat Allah ‘Azza wa Jalla yang menyatakan:
“Engkau tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.“
(Al-Mujadilah: 22)
Juga ayat: yang artinya
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan bapak-bapak dan saudara-saudara kalian sebagai kekasih, jika mereka lebih mencintai/mengutamakan kekafiran daripada keimanan. Dan siapa di antara kalian yang berloyalitas dengan mereka maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.“ (At-Taubah: 23)
Maka dijawab, bahwa berbuat baik dan menyambung hubungan tidak mengharuskan adanya rasa saling cinta.
“Menyambung hubungan silaturrahmi dengan memberikan harta, berbuat baik, berlaku adil, berbicara lembut dan surat menyurat, dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah termasuk loyalitas yang terlarang bagi kaum muslimin terhadap orang yang tidak boleh mereka berikan sikap wala` (loyalitas) karena permusuhannya dengan kaum muslimin.
Berlaku baik dan adil seperti itu dibolehkan Allah ‘Azza wa Jalla dan tidak haram untuk dilakukan kepada orang-orang musyrikin yang tidak memusuhi kaum muslimin.
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang orang-orang yang menampakkan permusuhan kepada kaum muslimin, kepada mereka ini kita dilarang untuk berloyalitas apabila bentuk loyalitas tersebut selain berbuat baik dan bersikap adil ...