Sebuah negara yang kaya raya dan besar akan hancur jika dalam negara tersebut tidak ada atau kehilangan pemimpinnya. Begitupun dalam suatu organisasi jika pemimpinnya malas dalam bergerak, tidaka ada pemikiran dalam memajukan organisasinya maka tunggulah saat hancurnya organisasi tersebut.
Hal ini juga berlaku pada sebuah keluarga, keluarga yang ideal dan harmonis akan tercipta dengan adanya sosok pemimpin dalam keluarga. Dalam Islam sudah dijelaskan bahwa sosok pemimpin ini adalah seorang ayah. Ayah adalah pemimpin dalam keluarganya, mengarahkan, membimbing dan menjadi pelindung anggota keluarga yang lain. Firman Allah Swt dalam QS. An-Nisa:34, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)”.
Dari penjelasan tentang ayat di atas secara jelas Allah menerangkan sosok lelaki adalah pemimpin bagi wanita. Begitupun dalam keluarga ayah adalah pemimpin keluarganya, bagaimanapun tingginya karir seorang istri di luar rumah, apakah sebagai pejabat atau pemimpin perusahaan. Ketika ia ada di rumah maka suaminyalah sebagai pemimpinnya. Karena seorang ayah bertanggung jawab dalam keharmonisan keluarga. Sebuah keluarga akan mulia atau hancur salah satunya tergantung kepada bagaimana sang ayah memimpim.
Kepemimpinan sang ayah tidak berarti harus otoriter mengatur segala sesuatu dalam urusan keluarga dengan penuh keegoisan. Anak tidak boleh memilih jurusan di sekolah atau kuliah lain tanpa ijin sang ayah, atau anak perempuannya hanya boleh menikah dengan laki-laki pilihan ayahnya saja. Islam tidak menghendaki ayah seperti demikian, karena kalau sudah seperti itu berarti sosok ayah bukan lagi pemimpin tetapi ia raja yang segala kemauannya harus dipatuhi dan dituruti.
Bagaimana contoh kepemimpinan yang baik telah Rasulullah Saw contohkan dalam kehidupan keluarga beliau. Rasulullah Saw tidak merasa malu menjahit pakaiannya sendiri, membantu sang istri membuat makanan, bahkan Rasulullah Saw suka bermain-main dengan istrinya demi membangun keluarga yang harmonis. Sehingga beliau Saw mengatakan Baiti Jannati (rumahku adalah surgaku).
Dalam keluarga seorang istri mempunyai hak kepada suaminya, ketika sang suami memberikan hak istrinya maka istri pun akan memberikan apa yang menjadi hak suami dan keluarganya. Ketika sang suami cuek dan menyembunyikan apa yang menjadi hak istrinya maka akan terjadi suatu penekanan terhadap istri. Ia akan tidak betah hidup dalam rumah tanngga, membiarkan dan tidak mengurus anak dan rumah tangganya. Dan jika ini dibiarkan terus menerus maka hal ini akan menjadi tabungan kebencian untuk sang ayah, yang suatu saat nanti dapat menjadi bencana.
Sebuah keluarga yang harmonis dan terjalin komunikasi di dalamnya akan menjadikan generasi sesudahnya (anak), hidup dalam kehangatan keluarga. Ia pun akan tumbuh dengan rasa cinta dan kasih sayang yang terjalin dalam keluarganya. Dan suatu saat nanti akan memandang kehidupan dunia dengan damai, menciptakan pencerahan bagi semua dan bukannya pengrusakan. Semua ini akan ada tergantung bagaimana sang ayah menerapkan kepemimpinannya dalam keluarganya.