Suku Gayo adalah suku yang mendiami pegunungan di tengah-tengah penduduk Aceh berjumlah kurang lebih 85.000 jiwa. Distrik mayoritas Gayo berada di Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Agama Islam Gayo dan mereka dikenal taat dalam agamanya. Bahasa Gayo disebut bahasa Gayo.
Orang Gayo yang tinggal di wilayah lokal kecil yang disebut desa. Setiap desa dikepalai oleh seorang gecik. Sebuah koleksi beberapa desa yang disebut Kemukiman, dipimpin oleh huni. Sistem pemerintahan tradisional dalam bentuk yang disebut unsur pimpinan Sarak Opat, yang terdiri dari reje (raja), petue (petualangan), imem (imam), dan massa adalah (orang-orang). Pada saat ini beberapa Kemukiman buah merupakan bagian dari kabupaten, dengan unsur pimpinan terdiri dari: gecik, wakil gecik, imem, dan ulama yang mewakili rakyat.
Dalam semua aspek kehidupan, dan menumbuhkan Gayo memiliki sejumlah nilai-nilai budaya sebagai perilaku referensi untuk mencapai ketertiban, disiplin, solidaritas, saling membantu, dan rajin (mutentu). Pengalaman budaya ini didorong oleh nilai yang disebut bersikemelen, yang merupakan kompetisi yang mewujudkan nilai-nilai dasar self-esteem (mukemel). Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti di bidang ekonomi, seni, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber nilai-nilai ini adalah agama Islam dan adat istiadat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.
Kelompok-kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine (keluarga inti). Kesatuan beberapa disebut keluarga inti sara dapur. Dalam beberapa dapur lalu sara hidup bersama di sebuah rumah panjang, yang disebut sara Bernie. Beberapa rumah digabung menjadi celah panjang tunggal (klan). Pada saat ini banyak keluarga inti mendiami rumahnya sendiri. Di masa lalu, khususnya Gayo mengembangkan mata pencaharian dan peternakan di sawah, mata pencaharian kompleks pabean. Selain itu ada warga yang berkebun, memancing, dan mengumpulkan hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, tenun, dan tenun. Sekarang mata pencaharian dominan adalah berkebun, terutama tanaman kopi. Kerajinan pembuatan keramik dan anyaman pernah terancam, tetapi dengan dijadikannya daerah ini sebagai salah satu tujuan wisata di Aceh, keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain juga banyak perhatian adalah kerajinan membuat motif kerawang bordir yang khas.