Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta orang, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas Toraja memeluk agama Kristen, sementara beberapa memeluk Islam dan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Hindu Dharma.
Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, To Riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda bernama suku Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja terkenal dengan upacara pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayu. Toraja upacara pemakaman merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama di Toraja. Setiap desa adalah keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang digunakan sebagai nama desa. Keluarga dan kerabat dekat mempertahankan kesatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat kekerabatan. Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran kekayaan. Hubungan berlangsung saling kekerabatan, dalam arti bahwa keluarga besar saling membantu di pertanian, ritual, dan membayar setiap hutang lainnya.
Sadar atau tidak sadar, orang Toraja hidup dan tumbuh dalam masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi ini sebagai pegangan agar tahu arah menjadi manusia (manusia = "tau" di Toraja) dalam konteks masyarakat Toraja. Filosofi Tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat Toraja, antara lain: - Sugi (Kaya) - Barani (Berani) - Manarang (pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agama, bijaksana) selama empat pilar ditafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. Bagi masyarakat Toraja, untuk menjadi manusia yang sesungguhnya adalah ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau.
Sistem kepercayaan tradisional Toraja adalah animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan". Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh Toraja sebagai cara untuk berurusan dengan Puang Matua, dewa pencipta Alam semesta.