Ketika seorang lelaki mengambil sumpah dihadapan orang tua seorang perempuan yang akan menjadi istrinya dalam ijab qabul pernikahan. Maka berpindahlah segala kewajiban orang tua terhadap anak perempuannya tersebut kepada suaminya. Suami yang baik dan bertanggung jawab adalah suami yang menyayangi istrinya dan tidak mendzaliminya, karena suami yang dzalim adalah penghuni neraka.
Istri adalah amanah kepada suaminya, orang tuanya telah mempercayakan putrinya dalam tanggung jawab suami, oleh karena itu berbuat baik, mengayomi dan melindungi seorang istri menjadi harapan dari orang tua tersebut. Tidak hanya harapan orang tua, pesan berbuat baik ini juga termaktub dalam Al-Qur’an dan banyak hadits nabi Saw. Firman Allah Swt, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An-Nisa:19).
Tafsir ayat di atas menurut ulama Muhammad Rasyid Ridha, makna bergaul dengan baik yaitu baik dalam bertutur kata, baik dalam memperlakukan dan tidak bermuka masam dan jug abaik dalam urusan nafkah. Hal ini berarti adanya kesetaraan antara suami dan istri, jika sang suami inginn diperlakukan dengan baik oleh istrinya maka sang suami wajib pula berlaku baik pada istrinya. Bahkan sang suami wajib sabar terhadap istrinya jika sang istri tidak melaksanakan kewajibannya secara maksimal. Rasulullah Saw pernah bersabda, “Janganlah seorang suami yang beriman membenci istrinya yang beriman, jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya dia pasti menyukai akhlak lain darinya”. (HR. Muslim).
Seorang istri mempunyai hak terhadap suaminya dalam hal nafkah, baik dalam hal pakaian, makanan, tempat tinggal dan segala kebutuhan lain yang disesuaikan dengan kemampuan suami. Bahkan menurut sebagian besar pendapat ulama seorang istri berhak mendapat nafkah makanan yang siap santap, rumah yang khusus untuknya dan kalau istri terbiasa dalam kehidupannya dilayani oleh pembantu maka ia berhak memintanya.
Merupakan suatu kedzaliman jika seorang suami berlaku kikir kepada istrinya atau ia tidak pernah memberikan apa yang menjadi hak istrinya, maka hal ini sangat dibenci oleh Allah Swt. Sehingga apabila ada seorang suami yang kikir maka tidak mengapa jika seorang istri mengambil harta suami sewajarnya tanpa sepengetahuan suaminya. Hal sperti ini tidak dianggap sebagai pencurian karena disana ada hak istri yang tidak dipenuhi oleh suami.
Allah Swt memberikan banyak potensi kepada seorang suami untuk menjadi pemimpin dalam keluarganya, jika potensi tersebut digunakan untuk menindas istri maka dzalimlah ia dan nerakalah tempatnya. Namun jika potensi dari Allah tersebut digunakannya untuk mencari ridha Allah dalam mencari nafkah maka ia adalah suami yang bertanggung jawab.
Wallahu ‘Alam