Sungguh unikdan menarik ketika datang ke Kampung Dukuh, yang berada di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Kampung ini merupakan kampung adat yang kental akan nilai-nilai ajaran agama islam. Kehidupan sehari-harinya yang penuh dengan kesederhanaan, baik itu dari segi bangunan rumah adat, pakaian, sampai bahasa dan perilakunya. Tatkala kita akan berkunjung ke kampung adat ini, perlu diketahui bahwa ada banyak pantangan yang tidak boleh diperbuat di Kampung Adat Dukuh ini. Pantangan tersebut yaitu, antara perempuan dan laki-laki tidak boleh terlalu dekat, tidak boleh menyelonjorkan kaki ke arah utara, tidak boleh berbicara ketika sedang makan, tidak boleh menggunakan peralatan elektronik, dan tidak diperkenankan memakai pakaian bercorak atau bergambar (harus polos) ketika hendak berziarah.
Masyarakat Kampung Adat dukuh yang terdiri dari 42 susun rumah yang senantiasa mematuhi pantangan-pantangan tersebut. Pantangan antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrimnya harus menjaga hijab didasarkan karena sesuai dengan syari’at Islam. Pantangan menyelonjorkan kaki ke arah utara, hal tersebut karena di arah selatan Kampung Dukuh terdapat sebuah makam Ulama. Makam tersebut adalah makam Syekh Abdul Jalil, sang juru kunci yang juga pendiri kampung dukuh. Pantangan tersebut merupakan tanda menghormati makam Syekh Abdul Jalil. Selain itu, terdapat pula makam Hasan Husein, makam kuncen, dan pemakaman umum warga sekitar Kampung Dukuh.
Warga Kampung Dukuh selalu merutinkan berziarah ke makam karomah setiap hari sabtu. Ziarah tersebut dipimpin oleh sang juru kunci (kuncen). Bahkan saat berziarah pun ada beberapa larangan . Larangan-larangan tersebut salah satu diantaranya adalah perempuan yang sedang datang bulan atau haid dilarang berziarah, tidak boleh memakai perhiasan, juga tidak diperkenankan untuk memakai pakaian dalam. Hal tersebut dilakukan sebagai tanda kesederhanaan. Kebiasaan Warga Kampung Dukuh yang sederhana dalam berpakaian, tidak berlebihan dan tetap menutup aurat. Di Kampung Dukuh pun tidak ada peralatan elektronik, bahkan untuk penerangan ketika malam hari juga masih menggunakan lampu cempor.
Salat wajib lima waktu di Kampung dukuh pun mempunyai keunikan tersendiri. Yaitu tatkala tiba waktu salat, ada panggilan kepada seluruh warga Kampung Dukuh melalui perantara sebuah bedug besar yang terdapat di masjid Kampung Dukuh. Pukulan yang pertama, bedug ditabuh satu kali, hal itu menandakan seluruh warga untuk siap-siap pergi ke masjid. Pukulan yang kedua, bedug ditabuh dua kali hal ini menandakan jama’ah yang sudah berda di masjid untuk segera melakukan salat sunnah. Dan Pukulan ketiga, bedug ditabuh tiga kali menandakan waktu siap untuk melaksanakan salat berjamaah.
Seperti halnya rumah warga, bangunan masjid juga dibuat dari bambu dan beratapkan ijuk, alang-alang atau juga tepus. Yang membedakannya yaitu ukuran masjid lebih besar dari pada rumah warga. Tapi ada juga yang lebih besar dari Masjid yaitu Bale Adat yang merupakan kediaman sang kuncen Kampung Adat Dukuh. Bale Adat ini biasanya digunakan sebagai tempat mengaji bagi anak-anak pada siang hari yaitu setelah salat dzuhur.
Selain Masjid dan Bale Adat ada juga toilet umum. Toiletnya juga sangat sederhana, terbuat dari bambu yang dirangkai dan terdapat beberapa pancuran. Di bawah toilet tersebut terdapat sebuah kolam besar yang terdapat ikannya. Manfaat ikan-ikan tersebut adalah sebagai pengurai kotoran manusia yang dibuang langsung kedalam kolam dari toilet.
Sikap kesantunan, sikap ramah, dan sikap sederhana dari warga kampung Dukuh sebenarnya mencerminkan sikap kearifan lokal budaya Sunda yangterkenal ramah kepada sesama. Warga Kampung Dukuh berusaha menyelaraskan kehidupan sosial dan budayanya dengan perilaku menghormati alam. Dua hal itu adalah hal yang patut ditiru oleh masyarakat perkotaan. Tidak semua kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh warga Kampung Dukuh dapat diterapkan dan dilaksanakan. Pada perkembangannya Islam itu memang sederhana, akan tetapi senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini.